Gubernur Soekarwo: Kasus Sontek Massal Dikembalikan ke Ranah Pendidikan

TEMPO Interaktif, Surabaya – Gubernur Jawa Timur Soekarwo meminta kasus sontek massal di Sekolah Dasar Negeri 2 Gadel Surabaya dikembalikan pembahasan dan penyelesaiannya ke ranah pendidikan. “Masalah tersebut harus kembali ke ranah pendidikan berupa pelanggaran etika, dan harus berhenti di situ,” kata Soekarwo, Jum’at, 17 Juni 2011.

Menurut Soekarwo, jika kasus tersebut merembet ke masalah sosial, Dinas Pendidikan Kota Surabaya dan Jawa Timur harus segera menyelesaikannya, dan meminta Komite Sekolah setempat segera meluruskan apa yang terjadi. “Peraturan tentang Sistim Pendidikan Nasional seperti apa, itu yang utama. Kalau tak segera diselesaikan saya khawatir masalah sosial akan kembali terjadi,” ujar Soekarwo. Apalagi, saat ini masalah sosial berupa pengusiran yang dilakukan warga terharap keluarga Siami (pembongkar contek massal) sudah mulai reda.

Soekarwo juga khawatir, tanpa penyelesaian, masalah sosial yang mulai mereda di kampung Siami akan kembali mencuat. Apalagi, perdebatan soal ada tidaknya sontek massal saat ini masih terus berkembang di masyarakat.

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur, Harun, mengatakan bahwa kasus sosial di kawasan kampung tempat tinggal Siami saat ini sudah mereda setelah dilakukan pertemuan antara Komite Sekolah dan seluruh wali murid. “Prinsipnya tidak terjadi sontek missal. Memang ada instruksi dari guru tapi para murid terbukti tidak melakukan contek massal,” ucap Harun.

Untuk meyakinkan warga, Dinas Pendidikan telah menjamin tidak akan dilakukan ujian ulang. Selain itu, guru maupun kepala sekolah yang terbukti memberikan instruksi untuk mensontek massal juga telah diberikan sanksi.

Anaknya Raih Nilai Tertinggi, Siami Bersyukur

TEMPO Interaktif, Gresik -Ny. Siami, ibu Al, bersyukur anaknya meraih nilai tertinggi di SD Negeri Gadel 2 Surabaya dalam ujian akhir nasional tahun ini. Pengumuman itu disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Harun.

Harun mengatakan Al yang memiliki nomor ujian 1-11-05-01-528-041-8 ini mendapatkan nilai total rata-rata 9,1. Angka itu terdiri dari Bahasa Indonesia 9,6; nilai sekolah 8,75; serta nilai akhir 9,3.

Siami, yang kini berada di rumah orang tuanya di Dusun Lumpang, Desa Sedapurklagen, Kecamatan Benjeng, Gresik mengatakan, sejak kelas I Al memang selalu rangking I. “Ya Alhamdulillah bila anak saya mendapat nilai terbaik,” kata Siami saat ditemui Tempo, Jumat, 17 Juni 2011 sore.

Adapun Al, yang menjadi sorotan dalam kasus sontek massal di SD tersebut, terlihat cuek. Dia asyik bermain-main air bersama adiknya, Enggar Galih Waskita, 3 tahun, di halam rumah neneknya yang terletak di tepi sawah itu. “Senang,” kata Al pendek saat ditanya perasaanya.

Menurut Siami, bila nilainya bagus, Al ingin melanjutkan ke SMP Negeri 3 Surabaya. SMP Negeri 3 yang terletak di Jalan Praban memang termasuk sekolah favorit. “Enggak tahu kok anak saya memilih sekolah di situ,” ujar Siami.

Siami juga merasa gembira karena semua teman Al lulus dengan nilai yang baik. Menurut ibu berusia 32 tahun ini, selama ini dia merasa terbenani dengan kejadian sontek massal di SD tersebut. “Sekarang beban saya berkurang,” ujarnya.

Siami berencana balik ke Surabaya, tapi kemungkinan tidak ke rumah lamanya di Gadel Sari Barat II. Siami mengaku trauma hidup di lingkungan itu karena sikap masyarakat sekitarnya makin sinis sejak dia membuka kasus sontek massal. “Saya akan cari kos-kosan di tempat lain, rumah itu akan saya kontrakkan saja,” katanya.

Karim, penanggung jawab keamanan Jalan Gadel Sari Barat II berharap Siami kembali ke rumahnya yang ditinggal sejak 9 Juni lalu. Menurut Karim, warga yang semula memusuhi sudah colling down serta siap menerima kehadiran Siami. “Saya menjamin keamanannya,” kata Karim.

Pejabat DKI Temui Pelapor Contek Paksa

VIVAnews – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pagi ini, Kamis 16 Juni 2011, akan menerima orangtua murid SD 06 Pesanggrahan, Jakarta Selatan, yang akan melapor skandal contek paksa, yang dialami anaknya di sekolah. Irma Winda Lubis, orangtua murid itu, akan diterima Asisten Sekretaris Daerah DKI Bidang Kesejahteraan Masyarakat.

Dia akan meminta penjelasan soal kasus pemaksaan menyontek, yang diduga atas suruhan Kepala Sekolah kepada anaknya. Pada pertemuan ini Winda didampingi Komisi Nasional Perlindungan Anak.

“Rencananya jam 10.00,” ujar Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto.

Menurut Taufik, untuk kasus ini, pihaknya sudah melakukan penyelidikan internal. Hingga saat ini, kata dia, Sudin Pendidikan Jakarta Selatan sudah meminta keterangan baik kepada Kepala Sekolah, guru, maupun pengawas ujian. “Beberapa orang tua juga sudah dipanggil,” katanya.

Meski demikian, Taufik menolak menjelaskan temuan yang telah disusun dalam berita acara pemeriksaan (BAP) internal. “Besok saja, jangan sekarang,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan pada pertemuan nanti pihaknya akan mendesak Pemprov DKI membentuk tim pencari kebenaran. Arist akan membuktikan adanya konspirasi yang terjadi di SDN Pesanggrahan 06 merupakan sebuah kenyataan yang tak mengada-ada.

“Kami ingin pemerintah membentuk tim pencari kebenaran, untuk menyelesaikan kasus ini. Karena perkembangan anak bisa terganggu atas sikap sejumlah pihak yang terkesan menggantungkan kasus itu” kata Arist.

Arist menjelaskan, jika dalam pertemuan itu Pemprov DKI Jakarta tidak merespon dengan baik, maka pihaknya akan melanjutkan kasus tersebut ke ranah hukum. Menurut Aris, memaksa anak untuk menyebarkan kunci jawaban dapat dikatakan sebagai teror negara terhadap psikis anak, “Serta dapat dikatakan melanggar pasal 82, undang-undang no 23 tahun 2003, tentang perlindungan anak,” kata dia.

Kecurangan dalam Ujian Nasional di SD 06 Petang Pesanggrahan itu mencuat setelah salah satu orangtua siswa, Irma Winda Lubis, mengadukan ke Komnas perlindungan anak bahwa anaknya dipaksa saling mencontek dengan siswa lain saat ujian nasional. Bahkan, menurut Irma, guru pun membuat perjanjian bahwa kejadian saling mencontek itu tidak boleh dibocorkan kepada siapapun, termasuk orangtua.

Irma mengakui jika dirinya memang langsung mengadukan kasus ini ke Komnas. Pasalnya, di hari ujian ketiga, Irma sempat datang ke sekolah anaknya untuk mempersoalkan kasus itu. “Tapi saya sempat diusir oleh pihak sekolah dan ada juga orang dari dinas pendidikan. Jadi, menurut saya, orang dinas pun tidak bisa membantu menyelesaikan masalah ini,” katanya.